Keseriusan pemerintah untuk membangun rumah murah tampaknya harus terganjal dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut Ali Tranghanda Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), pihak pengembang akan meninggalkan pembangunan rumah murah pasca kenaikan BBM bersubsidi karena meningkatnya biaya operasional dan produksi.
"Kenaikan harga BBM diperkirakan akan berimbas pada kenaikan harga bahan bangunan yang akan memperbesar biaya produksi. Hal ini tentunya akan memukul sektor perumahan khususnya rumah murah," kata Ali seperti informasi yang diterima Rumahku.com.
Berdasarkan riset yang dilakukan, 8 dari 10 pengembang rumah murah sudah beralih untuk tidak membangun rumah murah lagi karena tingginya harga tanah dan meningkatnya biaya produksi. Ia mengingatkan para pengembang untuk membangun rumah dengan standar pemerintah atau paling tidak di bawah Rp150 juta untuk tipe 36 di wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek), mengingat pengembang harus memperoleh tanah dengan harga sekitar Rp 350.000 per meter persegi.
"Untuk tanah dengan harga ini, pengembang harus mencari di daerah-daerah yang jauh dan minim infrastuktur dan prasarana wilayah. Tanah-tanah di beberapa daerah yang dua tahun lalu masih bisa dibeli dengan harga Rp300.000-an per meter sekarang sudah bergerak naik karena sejak dua tahun terakhir harga tanah tidak terkendali," jelas Ali.
Dirinya menyatakan dengan target 200.000 unit rumah per tahun, seharusnya bukan swasta yang membangun rumah murah melainkan pemerintah sebagai penanggung jawab utama. Pemerintah, papar dia, harus hadir sebagai penyedia rumah rakyat di saat swasta tidak mampu lagi menyiapkannya.
"Pembangunan infrastruktur yang menjadi andala pemerintah tahun 2015 seharusnya juga memperhatikan kesediaan sarana dan prasarana yang nantinya akan memberikan stimulus bagi pengembang untuk dapat membantu membangun rumah murah," jelasnya.